Senin, 19 Desember 2011

Sisi Lain Pengkaderan

Berbicara mengenai pengkaderan biasanya akan langsung membawa pikiran kita ke mahluk-mahluk gundul atau biasa disebut maba alias mahasiswa baru. Di'besarkan' di salah satu kampus teknik di ujung timur pulau jawa membuat saya cukup familiar dengan kata-kata ini, terlebih beberapa tahun selanjutnya saya memutuskan untuk ikut bergabung dan menikmati dinamika yang ada di dalamnya(ceilah, kata-katanya...=)).

Sebenarnya kalau ditelaah lagi, apa sih pengkaderan itu. OK, let's make it easier. Apa sih yang pertama kali ada di bayangan kita apabila disebutkan kata 'pengkaderan'. Pastinya akan ada beragam opini yang muncul, mulai dari yang paling umum yakni perpeloncoan, melatih kekompakan, senior yang sok-sokan, wajib militernya anak kuliahan, buang-buang waktu, dll. Keberagaman itu amat sangat tergantung pada sampling yang kita gunakan, dalam artian siapa saja yang kita tanyai. Sedikit jawaban di atas biasanya akan muncul apabila pertanyaan itu kita lemparkan ke ruang publik, dalam artian masyarakat umum yang belum merasakan sendiri pengkaderan. Wajar sih kalau semua hal itu yang muncul. Berkaca pada realita yang ada di lingkungan kita memang masih banyak yang memberikan anggapan mirin tentang kata ini. Hal ini tidak bisa dihindari memang mengingat minimnya pengetahuan yang diketahui mereka tentang hal ini(tanpa bermaksud memandang rendah) belum lagi kreatifnya media kita untuk menambahkan bumbu-bumbu mengenai hall ini sehingga terkesan bombastis. Ehm, tidak semua media memang, karena masih ada juga media yang bersikap adil dalam menyikapi hal ini(Alhamdulillah yah...sesuatu..hha)

OK, back to the topic. Mari kita mencoba melihat lebih dalam dari sebuah pengkaderan, bahasa kerennya mencari hakekat dari pengkaderan. Ditilik dari segi bahasa pengkaderan itu berasal dari kata dasar kader. Kader biasanya didefinisikan sebagai calon penerus dari suatu organisasi atawa perkumpulan demi adanya regenerasi. Berarti pengkaderan itu ya bisa diartikan sebagai proses pembentukan kader-kader. Dari sini jelas kan kalau output yang diharapkan adalah adanya kader. Pertanyaannya adalah seperti apa kader yang diinginkan atau diharapkan untuk muncul? Hal ini nantinya yang amat berpengaruh dalam proses penentuan jalannya pengkaderan, selain tentunya faktor historis dari badan atawa organisasi atawa perkumpulan yang menjalankannya (pengkaderan.red). Oleh karenanya tidaklah mengherankan apabila eksekusi dari suatu kata, yakni pengkaderan di berbagai tempat tidak sama. Karena memang mereka punya parameter-parameternya masing-masing untuk membentuk kader yang baik menurut mereka.

Kalau kita berbicara mengenai pembentukan kader berarti otomatis akan ada proses belajar di dalamnya. Siapa yang belajar? tentunya calon-calon kader tersebut. Meskipun, kalau boleh dibilang pengkader pun juga akan mengalami proses kaderisasi yang bahkan lebih berat selama mengkader adek-adeknya. Jadi kalau bisa disimpulkan pengkaderan itu intinya adalah proses belajar calon kader untuk menjadi kader yang unggul sesuai harapan pengkadernya. Untuk menggiring para calon kader tersebut mendekati output yang diinginkan maka pengkader seyogyanya telah menyiapakan racikan khusus berupa treatment-treatment yang akan diberikan, setelah melalui penggodokan yang panjang dan melelahkan tentunya(karena harus melewati birokrasi yang sumpah njlimet...hhe). Treatment-treatment ini yang diberikan ke para calon kader. Disinilah biasanya mulai muncul titik-titik konflik (bukan masalah lho ya..ingat, masalah dan konflik itu amat sangat berbeda, meskipun sering berpotensi untuk bertemu). Konflik dimana pihak yang dikader belum bisa memahami maksud para pengkadernya, dalam artian mereka cenderung untuk menerima mentah-mentah treatment yang diberikan tanpa mencoba menyelami sebenarnya apa sih yang diharapkan oleh kakak-kakaknya. Disinilah nantinya yang akan memicu adanya pembelajaran atau proses belajar.

Orang yang bijak seyogyanya dapat menyikapi tiap tantangan dalam hidupnya dan mengambil sisi arif dari apa yang dihadapinya. Sayangnya, apa mau dikata, tidak semua orang disekitar kita termasuk dalam golongan tersebut, atau bisa dibilang banyak orang di sekitar kita yang mematikan sisi ke-bijak-annya. Sampai di titik ini peranan pihak pengkader akan menjadi sangat vital, karena pihak pengkader juga harus mendampingi prosesnya sekaligus memberikan pancingan(bukan dalam arti sebenarnya tentunya) agar adek-adeknya bisa bergerak ke arah yang diharapkan. Sehingga menjadi seorang pengkader merupakan suatu tanggung jawab yang besar tetapi juga manis karena berkesempatan menyaksikan serta mendampingi jalannya proses kelahiran kader-kader unggul di lingkungannya.=)

Kembali berbicara mengenai proses belajar, didalam proses ini sendiri biasanya akan terdapat 2 komponen yakni pengajar dan pelajar. Dalam konteks ini pelajar merupakan para calon kader dan pengajar merupakan pengkader itu sendiri. Di dalam proses belajar ada kalanya pengajar harus medampingi pelajar tetapi dalam pengkaderan ini pelajar akan lebih dituntut untuk menemukan sendiri jawaban atas pertanyaannya dengan sedikit arahan dari pengajarnya. Dari sini bisa terlihat jelas benang merahnya, para calon kader dituntut untuk mempunyai sikap yang proaktif. Kenapa? karena sebagian besar akan mereka lakukan sendiri, jadi bisa dibilang bergerak atau mati(agak mendramatisir ya..=D). Apakah proaktif saja cukup? tentu saja tidak, satu hal lain yang tidak kalah penting adalah ikhlas. Keikhlasan untuk menerima apa yang akan diajarkan kepada mereka, keikhlasan untuk berusaha mencari tau kenapa. Pembelajaran yang baik tidak hanya tergantung pada siapa gurunya(pengajarnya) tapi apakah pelajar memiliki kesediaan untuk menerima apa yang diajarkan. Hal ini menjadi penting dan sangat mendasar, apabila hal ini dilupakan maka bisa dipastikan pengkaderan hanya akan berakhir menjadi ajang rutinitas yang harus dilalui bagi para mahasiswa baru. a Must Do Without Knowing the Real Why.

Maka dari itu adek-adekku tersayang, calon keluarga besarku, mari belajar untuk lebih arif dan melihat lebih jauh tentang ini semua. Percayalah, everything happens for reason. Tidak mungkin suatu acara dibuat, disajikan kepada kalian tanpa perencanaan dan pemikiran yang matang. Seorang kakak tidak akan ada yang berniat buruk kepada adeknya. Meskipun terkadang yang terjadi adalah ketidak mengertian seorang adek akan hal tersebut sehingga memunculkan kebencian dan menjadi boomerang bagi kakaknya. Saat kakak memutuskan akan melakukan hal tersebut, dia telah memiliki pemahaman penuh akan segala konsekuensi yang mungkin dia terima, termasuk mengorbankan kedekatan dengan adeknya. Tetapi hal itu tetap dipilihnya karena dia percaya dia mampu melakukan apa saja untuk kebaikan kalian, adek-adeknya, meskipun harus dibayar dengan harga yang mahal. Percaya? kalian berhak untuk tidak percaya begitu juga dengan berpuluh-puluh atau bahkan beribu lainnya, menganggap ini semua hanya omong kosong pemanis mulut biasa. OK, sebagai renungan coba pikirkan ini sejenak, apabila bukan karena sayang kenapa ada yang mau merelakan waktunya untuk memikirkan cara menyambut kalian. apabila bukan karena sayang kenapa ada yang merelakan tidak tidur hanya untuk mendampingi kalian. apabila bukan karena tidak sayang kenapa ada yang sampai memutuskan hubungan hanya agar memiliki waktu lebih dengan kalian. Kalian yang mungkin bahkan tidak pernah sadar begitu besar kalian disayangi dan diperhatikan, hingga tiap detil harus dipikirkan begitu matang. Cmon dude, I'm sure you're mature enough to understand. =)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar